Senin, 15 Oktober 2012

Pernalaran Deduktif

Nama : Rio Wahyudi NPM : 26210011 Kelas : 3EB01 Pernalaran adalah proses berpikir yang bertolak dari pengamatan indera (pengamatan empirik) yang menghasilkan sejumlah konsep dan pengertian. Berdasarkan pengamatan yang sejenis juga akan terbentuk proposisi–proposisi yang sejenis, berdasarkan sejumlah proposisi yang diketahui atau dianggap benar, orang menyimpulkan sebuah proposisi baru yang sebelumnya tidak diketahui. Proses inilah yang disebut menalar. Dalam penalaran, proposisi yang dijadikan dasar penyimpulan disebut dengan premis (antesedens) dan hasil kesimpulannya disebut dengan konklusi (consequence). Hubungan antara premis dan konklusi disebut konsekuensi. Metode berpikir deduktif adalah metode berpikir yang menerapkan hal-hal yang umum terlebih dahulu untuk seterusnya dihubungkan dalam bagian-bagiannya yang khusus. Contoh: Masyarakat Indonesia konsumtif (umum) dikarenakan adanya perubahan arti sebuah kesuksesan (khusus) dan kegiatan imitasi (khusus) dari media-media hiburan yang menampilkan gaya hidup konsumtif sebagai prestasi sosial dan penanda status sosial. Premis Mayor dan Minor Premis mayor adalah pernyataan umum, sementara premis minor artinya pernyataan khusus. Misalnya: “Semua orang akhirnya akan mati” (premis mayor). “Hasan adalah orang” (premis minor). Oleh karena itu, "Hasan akhirnya juga akan mati" (kesimpulan). Jadi, berfikir deduktif adalah berfikir dari yang umum ke khusus, abstrak ke konkret, dan teori ke fakta. Penarikan simpulan dalam pernalaran deduktif dibagi menjadi dua, yaitu: 1. Penarikan Simpulan Langsung Penarikan simpulan secara langsung adalah penarikan simpulan yang ditarik dari satu premis. Premis yaitu proposisi tempat menarik simpulan. i. Semua S adalah P. (premis) Sebagian P adalah S. (simpulan) Contoh: Semua manusia mempunyai rambut. (premis) Sebagian yang mempunyai rambut adalah manusia. (simpulan) ii. Semua S adalah P. (premis) Tidak satupun S adalah tidak P. (simpulan) Contoh: Semua pistol adalah senjata berbahaya. (premis) Tidak satu pun pistol adalah senjata tidak berbahaya. (simpulan) iii. Tidak satupun S adalah P. (premis) Semua S adalah tidak P. (simpulan) Contoh: Tidak seekor pun gajah adalah jerapah. (premis) Semua gajah adalah bukan jerapah. (simpulan) iv. Semua S adalah P. (premis) Tidak satupun S adalah tidak P. (simpulan) Tidak satupun tidak P adalah S. (simpulan) Contoh: Semua kucing adalah berbulu. (premis) Tidak satu pun kucing adalah tidak berbulu. (simpulan) Tidak satupun yang takberbulu adalah kucing. (simpulan) 2. Penarikan Simpulan Tidak Langsung Untuk penarikan simpulan secara tidak langsung diperlukan premis yang bersifat umum dan khusus. Jenis pernalaran deduksi dengan penarikan simpulan tidak langsung, yaitu: 1. Silogisme Kategorial Silogisme yang terjadi dari tiga proposisi. Hipotesis kondisional yaitu bila premis minornya membenarkan anteseden, simpulannya membenarkan konsekuen. Contoh: • Premis Mayor: Tidak ada manusia yang abadi. • Premis Minor: Socrates adalah manusia. • Simpulan: Socrates tidak abadi. 2. Silogisme Hipotesis Silogisme yang terdiri atas premis mayor yang berproposisi hipotesis kondisional. Ada tiga macam tipe silogisme hipotesis, antara lain: a. Silogisme hipotesis yang premis minornya mengakui bagian anteseden, seperti: Jika hujan, saya naik becak. Sekarang hujan. Jadi saya naik becak. b. Silogisme hipotesis yang premis minornya mengakui bagian konsekuennya, seperti: Bila hujan, bumi akan basah. Sekarang bumi telah basah. Jadi hujan telah turun. c. Silogisme hipotesis yang premis minornya mengingkari anteseden, seperti: Jika politik pemerintah dilaksanakan dengan paksa, maka kegelisahan akan timbul. Politik pemerintahan tidak dilaksanakan dengan paksa, jadi kegelisahan tidak akan timbul. Silogisme hipotetis yang premis minornya mengingkari bagian konsekuennya, seperti: Bila mahasiswa turun ke jalanan, pihak penguasa akan gelisah. Pihak penguasa tidak gelisah, jadi mahasiswa tidak turun ke jalanan. Bila anteseden kita lambangkan dengan A dan konsekuen dengan B, maka hukum silogisme hipotetisnya adalah sebagai berikut: 1) Bila A terlaksana maka B juga terlaksana. 2) Bila A tidak terlaksana maka B tidak terlaksana. (tidak sah = salah) 3) Bila B terlaksana, maka A terlaksana. (tidak sah = salah) 4) Bila B tidak terlaksana maka A tidak terlaksana. Contoh: • Premis Mayor: Jika tidak turun hujan, maka panen akan gagal Premis Minor: Hujan tidak turun Konklusi: Sebab itu panen akan gagal. • Premis Mayor: Jika tidak ada air, manusia akan kehausan. Premis Minor: Air tidak ada. Kesimpulan: Manusia akan kehausan. 3. Silogisme Alternatif Silogisme yang terdiri atas premis mayor berupa proposisi alternatif. Silogisme ini ada dua macam, silogisme disyungtif dalam arti sempit dan silogisme disyungtif dalam arti luas. Silogisme disyungtif dalam arti sempit mayornya mempunyai alternatif kontradiktif, seperti: • la lulus atau tidak lulus. Ternyata ia lulus. Jadi, la bukan tidak lulus. Silogisme disyungtif dalam arti luas premis mayorya mempunyai alternatif bukan kontradiktif, seperti: • Lavitz di rumah atau di pasar. Ternyata tidak di rumah. Jadi, di pasar. Silogisme disyungtif dalam arti sempit maupun arti luas mempunyai dua tipe yaitu:  Premis minornya mengingkari salah satu alternatif, konklusinya adalah mengakui alternatif yang lain.  Premis minor mengakui salah satu alternatif, simpulannya adalah mengingkari alternatif yang lain. 4. Entimen Silogisme ini jarang ditemukan dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam tulisan maupun lisan. Yang dikemukakan hanya premis minor dan simpulan. Rumus entimen sekaligus contohnya: PU (premis umum): Semua A = B: Pegawai yang baik tidak pernah datang terlambat. PK (premis khusus): Nyoman pegawai yang baik. S: Nyoman tidak pernah datang terlambat. Entimen: Nyoman tidak pernah datang terlambat karena ia pegawai yang baik. Referensi: http://id.wikipedia.org/wiki/Penalaran http://fardhinisabila.blogspot.com/2012/03/penalaran-deduktif.html http://cahyanuaink.blogspot.com/2012/03/penalaran-deduktif.html