Rabu, 27 Juni 2012

SEJAUH MANAKAH UU PERLINDUNGAN KONSUMEN SUDAH DITEGAKKAN

Di dalam sebuah perekonomian ada tiga pemeran utama yang menjalankan peranan yang sangat penting, diantaranya konsumen, produsen, dan distributor. Terkait dengan judul di atas, fokus saya adalah membahas hal-hal mengenai konsumen. Konsumen merupakan pihak (baik individu maupun kelompok) yang menggunakan sejumlah barang atau jasa yang telah diproduksi oleh produsen sebelumnya, guna menambah nilai dari barang atau jasa tersebut. Konsumen merupakan target atau sasaran utama bagi para produsen. Prinsip yang pada umumnya berlaku adalah semakin banyak konsumen yang dapat diraih oleh suatu produsen, maka dapat menjadi jaminan pula produsen tersebut untuk mendapatkan laba atau keuntungan yang sebesar-besarnya. Oleh karena prinsip yang sedemikian sederhananya itu, banyak produsen yang tidak mengindahkan para konsumennya. Banyak produsen yang kurang, bahkan tidak sama sekali memperhatikan atau memperdulikan apa-apa yang nantinya didapatkan oleh konsumen sebagai timbal balik dari keuntungan yang telah diperoleh produsen. Ditambah lagi dengan banyaknya para produsen yang bersaing ketat antara satu dengan yang lain, kecurangan bukan lagi hal yang asing di telinga mereka. Kecurangan yang mereka lakukan sudah menjadi hal yang lumrah. Terlebih lagi sudah menjadi tradisi turun-temurun yang dilakukan oleh kebanyakan produsen. Padahal, konsumen seharusnya dijadikan layaknya raja oleh para produsennya. Tanpa mereka, produsen bukanlah apa-apa. Banyak produk yang sudah tidak layak konsumsi (baik barang maupun jasa) masih beredar di berbagai pasar, mini market, dan sebagainya. Produk-produk yang seperti itu dapat menimbulkan ketidakpuasan bagi konsumennya. Tidak hanya itu, bagaimana bila produk yang sudah tidak layak konsumsi itu merupakan produk pakan (berupa makanan), pastinya dapat mengancam keselamatan para konsumennya. Saya bingung dan selalu saja bingung. Sudah ada undang-undang perlindungan konsumen tetapi masih saja ada yang seperti itu. Sudah ada sidak (inspeksi mendadak) yang dilakukan oleh orang-orang pemerintahan tetapi juga masih saja ada yang seperti itu. Memang tidak mungkin untuk menghapus bersih seluruh kecurangan-kecurangan yang telah dilakukan oleh banyak produsen tadi. Tetapi paling tidak pemerintah mutlak harus bisa untuk meminimalisir atau meminimakan terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan tersebut. Karena tidak dapat kita pungkiri bahwa tidak ada sesuatu di dunia ini yang sempurna. Berikut ini adalah beberapa undang-undang perlindungan konsumen dan dasar hukum lain yang seharusnya sudah diterapkan di negara indonesia ini, antara lain: 1. Undang Undang Dasar 1945 Pasal 5 ayat (1), pasal 21 ayat (1), Pasal 21 ayat (1), Pasal 27 , dan Pasal 33. 2. Undang Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1999 No. 42 Tambahan lembaran Negara Republik Indonesia No. 3821. 3. Undang Undang No. 5 tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Usaha Tidak Sehat. 4. Undang Undang No. 30 Tahun 1999 Tentang Arbritase dan Alternatif Penyelesian Sengketa. 5. Peraturan Pemerintah No. 58 Tahun 2001 tentang Pembinaan Pengawasan dan Penyelenggaraan Perlindungan Konsumen. 6. Surat Edaran Dirjen Perdagangan Dalam Negeri No. 235/DJPDN/VII/2001 Tentang Penangan pengaduan konsumen yang ditujukan kepada Seluruh dinas Indag Prop/Kab/Kota. 7. Surat Edaran Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri No. 795 /DJPDN/SE/12/2005 tentang Pedoman Pelayanan Pengaduan Konsumen. Menurut saya, faktor utama yang sampai sekarang ini belum membuat para produsen jera dan tidak beredarnya barang atau jasa yang tidak layak lagi bagi konsumennya adalah kurang tegasnya pemerintah dalam beberapa hal, antara lain: 1. Pemerintah masih belum menjadikan undang-undang dan dasar hukum di atas sebagai panutan atau acuan. Akibatnya pemerintah, dalam melakukan tugasnya melindungi para konsumen, berjalan secara tidak sistematis dan tidak terstruktur. Oleh karena itu, banyak program dari pemerintah yang kurang berjalan maksimal. 2. Pemerintah hanya berani untuk menindak secara tegas bagi orang-orang yang tidak memiliki jabatan, kekuasaan, wewenang, dan semacamnya. Bagi orang-orang (produsen) yang memiliki hal-hal tersebut, pemerintah selalu saja ciut. Entah itu karena mereka mempunyai uang sehingga dapat mengatur balik pemerintah, atau hal lain terjadi di dalamnya. Saya yakin masyarakat saat ini sudah pintar-pintar untuk mengetahui baik buruknya pemerintahan. Dari segi barang berupa pakan, sudah banyak kita temukan makanan yang sederhana, namun kandungannya tidak sederhana (kompleks). Banyak makanan yang mengandung zat-zat kimia berbahaya yang seharusnya tidak masuk ke dalam lambung manusia. Misalnya boraks, formalin, dan sejenisnya. Itu semua adalah zat-zat berbahaya yang digunakan untuk deterjen, pengawet jenazah (mayat), dan lain-lain. Seharusnya para produsen berfikir bagaimana jika dia lah yang menjadi konsumen atas produk-produk tersebut. Pastinya dia juga tidak mau untuk mengkonsumsinya. Semestinya dengan pikiran yang seperti itu, para produsen akan enggan untuk melakukan hal-hal kotor tersebut. Padahal saya yakin, dengan cara yang jujur dan benar, para produsen masih bisa meraup keuntungan dari konsumen. Bahkan bukan cuma itu, produsen pasti akan mendapatkan banyak pelanggan tetap yang loyal terhadapnya. Berbeda dengan produsen yang melakukan kecurangan. Dia memang akan mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya dengan biaya produksi yang sekecil-kecilnya, namun itu hanya sementara. Setelah si konsumen tahu akan keburukan barang-barang si produsen, pasti dia akan meninggalkan produk tersebut. Karena sekali lagi saya tekankan, masyarakat bukanlah orang-orang yang bodoh, yang nantinya akan membeli atau mengkonsumsi barang atau produk yang sama ketika dia tahu bahwa produk itu kurang baik untuk dirinya, apalagi untuk kesehatannya. Untuk pemerintah, sebaiknya jalankan dan terapkanlah terlebih dahulu undang-undang dan dasar hukum perlindungan konsumen. Selain itu, saya harap pemerintah dapat menindak secara tegas tanpa membeda-bedakan siapa yang bersalah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar